Wednesday, 1 April 2009

Atas Kanvas

 Kesekian kalinya
Di atas kanvas
Meranggas untain kuas
Yang menjelma dimensi
Menohok aksara
Belum sempat diterka
Digoresnya satu per satu
Apa yang tak pernah terefleksi
Dari segala sangsi

Tak perlu air, percuma mengalir
Cat minyak ini tak sudi menyatu
Hanya merenda-renda warna
Menerobos celah
Saat bulir jiwa
Diciptakan untuk rusuknya
Sedan sejuta lebih
Ditertawakan untuk batang penyangga bulu angsa
Digenggamnya patahan fakta dan lembaran cerita
Mempelajari masa lalu, di Taman Budaya..

Tunggu dulu,
Jangan terburu-buru
Kerut keningnya saja menjemu
Serat menyerap agak terlalu malu

Di atas kanvas
Tanpa satu pun sketsanya menari
Untuk sekedar memberi mantra
Siulkan kekurangan hingga sempurna
Didiktenya segala palsu membungkus tahir
Aku masih mengawasinya
Melukis telaga kering, di dalamnya ada sampan rapuh
Mana bisa sampai tepian
Hati ini dengannya saja didayung setengah-setengah
Lewati arus yang mencekik
Apalagi telaga kering
Hujan saja tak rela membasahi

Tenang saja,
Aku masih mengawasinya
Kali ini dia lukis jembatan dengan hitam
Terpejam aku karena terlalu kokoh
Sangat mustahil di atas telaga kering
Satu bilik matanya saja aku menolak menatap
Teriakan batinnya meronta
Agar aku tak membencinya
Tembok pun mengerti
Aku tak bisa memberi koma pada realita

Sudahlah..
Jiwa lain telah memaksa menjadi rusuknya jua
Tapi jiwa yang kupunya ini,
Adalah rusuknya, jembatan hitam yang dia lukis
Yang membawanya menyebrang pada titian telaga kering
Kokoh walaupun dia injakan telapaknya..

Dia minta kepadaku warna merah
Agar sekejap memberi cerah
Tak kuberi, sampai dia terlatah-latah
Risau menerjang marah
Kanvas dia tetesi darah

Aku masih mengawasi
Hingga merah darahnya habis
Untuk melukiskan mawar penuh duri
Menggumpal pula darahku
Aku rela terbang
Mengawasi
Sampai tau siapa yang terakhir tertawa
Bukan Dia bukan Aku
Bukan Darah
di Atas Kanvas...


March 23rd, 2009
Pamulang-Banten.
00:32

No comments:

Post a Comment