Wednesday 11 November 2009

A Game In Jakarta

Hari ini, dimana masa begitu abstrak dan sulit untuk dipadupadankan. Tak ada cahaya sesatir bait-bait pengeras suara di belahan dada senayan. Mendeklamasikan sekeping sejarah atau malah menambah deret darah yang tumpah pada daftar surat kabar? Mereka keluar masuk kuda besi, dalam larik pidato tak ada lantunan tentang kisah malaikat kecil berbekal bulu ayam di bibir jalan. Sungguh membuatku iri, katanya negriku mewariskan atap kelabu dan selimut debu. Sementara ada beribu lembar rupiah yang mereka sembunyikan dibalik resleting celana. Aku pikir ini sebuah pertunjukan teater, ternyata bentang luas sayap garuda menjadi gulita, ini realita. Lensa elektronik semakin lugas merekam jejak, memulas segudang persimpangan atas putaran roda, hidup atau mati sia-sia. Selirih jeritan besi peron. Sebilangan anak berkata "Cita-citaku ingin jadi preman","Aku ingin jadi pelacur, Kak..."

Bukankah itu lebih baik daripada tidak memiliki cita-cita? Atau memiliki cita-cita setinggi emas Monumen Nasional tapi menjajah bangsa sendiri?


October 20th, 2009.

SOULMATE

Ketika hujan di malam jumat, jarum-jarum airnya tersorot lalu lintas margonda. Dan kita terpagari oleh tirainya, masih ada alasan untuk bersinggah lama-lama pada teduhan. Sudah ketiga kali kita berbalut busana yang sama,tapi aku tak pernah menemu kata untuk mengungkap betapa aku menginginkanmu lebih besar dari keinginanku akan hidup ini. Sebab kau bukan bagian dari keganjilan, kau sebelah sesuatu yang mereka sebut jiwa..

REGRET

Mampirlah ke pusaraku. Jangan kau hanya memangku pada nisannya sambil mendekap lily itu. Kau garuk-garuk tanahnya yg masih merah selirih wajahmu, lembab. Tiap senja telah kutenun rindu di melerai sepi. Dlm takdir tak ada hadir. Bila nanti sangsiku tak berdawai lg,di sisimu..

Silent Sunset

Sekali lagi bias jingga melukis cakrawala dalam balut manja di ambang fatamorgana, gelepar layar tersibak oleh kerlingan bayu yang mengantar pulang gemericiknya kepada karang. Sebelum bayang itu betul-betul berpendar di raga pasir putih, sorot matamu tetap sayu perlahan menggugurkan riuh dalam isak haru. Dimana masa tak oernah terlalu sia-sia, karena sunyinya senja.


September 26th, 2009

Lekas Deras

Tergeleparnya sengau alam sehabis petang dengan rona, di sandaran bambu rintiknya bercumbu.

Menjejal jemu, paparkan binar-binar semu.
Kelopaknya merindu bergerimis dan tersipu.

Aku ada bersama bulir air malam ini jika kau menjelma menjadi rumput dahan.



Kantin Sastra FIB UI
September 1st, 2009
19:16